Header Ads

14 December 2014

ARAB PRA ISLAM


DAFTAR ISI















BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Membicarakan sejarah Islam, maka tidak akan terlepas dari sejarah Arab pra Islam. Dimana Islam lahir, bagaimana kondisi sosial budayanya, dan seperti apa agama dan kepercayaannya. Dengan mempelajari sejarah Arab pra Islam, maka kita akan mengetahui sejarah peradaban Islam secara utuh.
Islam tidak lahir di dalam masyarakat yang polos dan belum memiliki kebudayaan, melainkan Islam lahir di dalam masyarakat yang memiliki sosial kebudayaan dan kepercayaan yang komplek. Islam hadir di tengah-tengah masyarakat Arab yang sudah memiliki kebudayaan yang tinggi, baik itu kebudayaan asli masyarakat Arab maupun hasil akulturasi kebudayaan di sekitar tanah Arab. Dari itu, maka dapat diketahui betapa beratnya perjuangan menyebarkan agama Islam di Jazirah Arab.
Perlu diketahui disini bahwa pada masa itu, bangsa Arab merupakan bangsa yang sudah berkebudayaan tinggi. Ilmu pengetahuan telah berkembang dan pola pikir masyarakatnya telah maju. Jadi dapat disimpulkan bahwa sebutan Jahiliyah pada kebanyakan kisah sejarah tidak mengacu pada kerendahan akal dan kebudayaannya, melainkan kebodohan mereka dalam hal kepercayaan, yaitu menyembah berhala-berhala. Hal ini penting agar kia tidak salah penafsiran.








BAB II
PEMBAHASAN

ARAB PRA-ISLAM

A.    Letak Geografis

Secara geografis, Arab terletak di Semenanjung Arab, Asia Barat. Sebelah barat
berbatasan dengan Laut Merah dan Benua Afrika, sebelah timur berbatasan dengan Teluk Arab atau dahulu disebut Teluk Persia dan Iran, sebelah utara berbatasan dengan Laut Tengah, Gurun Irak dan Gurun Syam(Siria), sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Hindia. Jazirah Arab memiliki garis pantai lebih kurang 3000 km. Luas lebih kurang 3.000.000 km persegi.[1]
Ditinjau dari iklimnya, Jazirah Arab adalah salah satu dari negeri-negeri terkering dan terpanas  di atas muka bumi. Walaupun negeri ini berbatasan dengan laut disebelah timur dan barat, namun di daerah perairan masih terlampau kecil untuk mengimbangi keadaan udara yang bertiup dari daratan Afrika dan Asia yang tak berhujan. Meskipun Samudra Hndia di Sebelah selatan memiliki curah hujan, tetapi jatuh di daerah pesisir, sehingga tidak seberapa meninggalkan hujan untuk daerah pedalaman. Hujan hanya jatuh di daerah tepi Jazirah Arab, terutaman di Yaman.[2]
Secara garis besar, Jazirah Arab terdiri atas 2 bagian, yaitu bagian tengah dan bagian tepi.
1.                  Bagian Tengah
Terdiri dari Najed di bagian utara dan Al Ahqaf di bagian selatan. Daerah bagian tengah merupakan daerah yang jarang turun hujan sehingga menjadikan daerahnya tergolong daerah gurun. Hal ini yang mengakibatkan penduduk daerah tengah hidup secara berpindah-pindah atau nomadik. Mereka berpindah-pindah untuk mencari sumber air dan padang rumput untuk pakan ternak mereka. Kehidupan mereka yang mengembara di gurun inilah yang mengakibatkan mereka disebut juga Penduduk Gurun atau orang-orang Badui. Meraka hidup secara berkabilah-kabilah atau bersuku-suku.

2.                  Bagian Tepi
        Merupakan daerah yang melingkari Jazirah Arab. Daerah-daerah ini merupakan daerah yang langsung menghadap laut. Daerah-daerah yang menjadi bagian tepi diantaranya Al Ahsa’(Bahrain) dan Oman di sebelah timur, Mahrah, Hadramaut dan Yaman di sebelah selatan, Hejaz di sebelah barat, dan Syam di sebelah utara.
            Daerah tepi merupakan daerah yang makmur karena daerah ini hujan turun dengan teratur. Hal ini dikarenakan angin yang membawa uap air dari Samudra Hindia akan menurunkan hujan di daerah tepi, terutama di Yaman. Dengan siklus hujan yang teratur, penduduk daerah tepi hidup secara menetap. Mereka mendirikan kota-kota dan kerajaan-kerajaan, dan  hidup teratur dengan bermacam-macam kebudayaannya. Oleh karena itu, penduduk daerah tepi disebut Ahlul Hadar atau penduduk negri.
            Berikut akan diuraikan kota-kota dan kerajaan-kerajaan daerah tepi yang pernah menjadi kekuatan besar pada zaman sebelum Islam.
2.1.             Yaman
Pada zaman sebelum Islam, Yaman pernah menjadi daerah paling penting di Jazirah Arab. Yaman merupakan daerah yang subur  karena hujan turun secara teratur. Penduduknya hidup secara makmur dan teratur. Sistem pengairan tertata dengan rapi. Waduk-waduk dibangun dan sistem pertanian tertata dengan baik.
            Pada zamannya, Yaman juga memegang peranan penting dalam perdagangan internasional. Komoditi dagang dari India, Tiongkok, Sumatra, Mesir, dan Siria berdatangan di negeri Yaman. Di Yaman pula pernah berdiri kerajaan-kerajaan besar dan disegani. Di antara kerajaan-kerajaan yang pernah berdiri di Yaman antara lain: Ma’in, Qutban, Saba’, dan Himyar.
            Kerajaan Ma’in berdiri kira-kira tahun 1200 SM, dan Kerajaan Qutban berdiri kira-kira tahun 1000 SM. Kerajaan Qutban inilah yang menjadi pengawas Selat Bab el Mandeb. Akan tetapi, informasi mengenai dua kerajaan ini sangat sedikit.
            Kerajaan Saba’ atau Sabaiah merupakan salah satu kerajaan yang terletak di Yaman. Kerajaan itu berdiri di atas reruntuhan kerajaan Quthban. Pendirinya bernama Saba’. Beribu kota di Ma’rib. Kerajaan Sabaiah merupakan kerajaan yang sudah maju peradabannya pada waktu itu. Terbukti dengan berdirinya sebuah bendungan serba guna yang diberi nama Saddu Ma’rib(bendungan Ma’rib). Bendungan Ma’rib ini sangat besar sekali kegunaanya. Digunakan untuk menampung air hujan yang turun selama tiga bulan dalam setahun, kemudian darinya dialirkan ke kebun-kebun dan ladang-ladang yang ada di tanah rendah. Sehingga tanah Yaman menjadi subur dan dan makmur.
            Sepeninggalan Raja Saba’, Kerajaan Sabaiah diperintah oleh raja-raja sesudahnya. Diantara raja yang paling terkenal adalah Ratu Bilqis yang hidup pada zaman Nabi Sulaiman a.s. Ceritera tentang Ratu Bulqis, Nabi Sulaiman dan burung hud hud tersebut di dalam al Quran (Q.S. Naml 20-44, dan at Thabari I:345 – 350).
            Suatu ketika, kerajaan Sabaiayah lalai dalam menjaga dan memelihara Bendungan Ma’rib. Penduduknya tenggelam dalam kemewahan dan kelezatan materi. Mereka hidup dengan berfoya-foya dan berpaling dari Allah. Mereka juga lalai dalam menjaga dan memelihara Saddu Ma’rib. Akibatnya Saddu Ma’rib itu pun rusak dan runtuh. Menurut Sedillot, keruntuhan Bendungan Ma’rib terjadi pada tahun 120 SM. Keruntuhan ini yang mengakibatkan timbulnya banjir besar di Kota Ma’rib. Hal ini yang memaksa para penduduknya untuk meninggalkan Kota Ma’rib dan menetap di daerah-daerah di sebelah utara Yaman, salah satunya adalah Yatrib. Hal inilah yang mengakibatkan berakhirnya Kerajaan Saba’. Kisah tentang Kerajaan Saba’ dapat diketahui di dalam Al Qur’an Surat Saba’.[3]
Sesudah berakhirnya Kerajaan Sabaiyah, berdirilah Kerajaan Himyar di atas reruntuhan Kerajaan Sabaiyah. Kerajaan ini berdiri di atas reruntuhan Kerajaan Saba’ dan berpusat di San’a. Didirikan oleh Suku Himyar, salah satu sabang dari Kaum Saba’. Kisah paling terkenal dalam sejarah Kerajaan Himyar adalah tentang pembunuhan 12.000 penduduk Najran yang beragama Nasrani pada tahun 534 M. Tindakan ini dilakukan oleh raja terakhir Kerajaan Himyar, Yusuf Zu Nuas. Raja Zu Nuas yang beragama Yahudi memaksa penduduk Najran yang beragama Nasrani untuk masuk ke dalam Agama Yahudi. Karena Penduduk Najran tidak bersedia meninggalkan agamanya, maka oleh Raja Zu Nuas mereka dibakar.
Tindakan pembantaian inilah yang membuat Kekaisaran Romawi Timur dibawah Justianus I Kaisar, sebagai pelindung agama Nasrani memerintahkan Negus(raja) Habsyah(Ethiopia) yang juga beragama Nasrani untuk menyerang Yaman. Kerajaan Yaman dapat ditalukkan oleh kerajaan Habsyah dan menjadi jajahannya dengan gubernur pertamanya adalah Aryath.[4]
2.2.            Kerajaan Manazirah dan Kerajaan Ghassasinah
Kerajaan Manazirah dan Kerajaan Ghassasinah merupakan dua kerajaan yang terletak di sebelah utara Jazirah Arab. Kerajaan Manazirah didirikan di Mesopotamia oleh Bani Lakhim(Lachmides) dari Yaman yang pindah karena runtuhnya Bendungan Ma’rib. Sedangkan Kerajaan Ghassasinah didirikan oleh seorang keturunan Qahthan yang bernama Amar Muzaiqiyah bin Amar Musama’ yang juga berpindah dari Yaman pada akhir abad ketiga sesudah Saddu Ma’rib runtuh.[5]
Pada dasarnya kedua kerajaan tersebut merupakan kerajaan boneka dari Kekaisaran Romawi Timur dan Kerajaan Persia. Kerajaan Manazirah di bawah kendali Kerajaan Persia, sedangkan Kerajaan Ghassasinah di bawah Kerajaan Romawi Timur(Bizantium). Kedua kerajaan tersebut dijadikan buffer state[6] oleh kerajaan yang berpengaruh. Kerajaan Manazirah digunakan oleh Kerajaan Persia untuk menghalau segala serangan dari Kerajaan Romawi Timur. Demikian juga dengan Kerajaan Ghassasinah digunakan oleh Kerajaan Romawi Timur sebagai tameng penghalau serangan dari Kerajaan Persia. Dikarenakan antara Kerajaan Persia dan Kerajaan Romawi Timur selalu bermusuhan, maka antara Kerajaan Ghassasinah dan Kerajaan Manazirah juga terlibat permusuhan. Pada masa kerajaan Ghassasinah diperintah oleh Raja Al Harits bin Jabalah(529-569 M), terjadi pertempuran antara Kerajaan Manazirah dengan Kerajaan Ghassasinah. Kerajaan Ghassasinah berhasil mengalahkan Kerajaan Manazirah. Oleh karena itu, Kaisar Yustisianus mengangkat Al Harits sebagai raja seluruh Jazirah Arab.[7]


B.     Sosial Budaya

Kehidupan Sosial dan Budaya Masyarakat Arab
1.                  Bahasa
Bangsa Arab secara keseluruhan berbahasa Arab. Namun, dialek atau logat yang digunakan di masing-masing daerah berbeda-beda. Perbedaan ini diakibatkan oleh seberapa besar pengaruh kebudayaan asing yang masuk di daerah tersebut. Bahasa asing yang masuk dan mempengaruhi kebudayaan Bangsa Arab tersebut juga akan mempengaruhi kemurnian Bahasa Arab sendiri. Secara garis besar, Bahasa Arab dapat dibedakan menjadi Bahasa Arab murni dan Bahasa Arab yang terpengaruh.
Bahasa Arab murni banyak ditemui di daerah tengah Jazirah Arab, meliputi Najed di bagian utara dan Al Ahqaf di bagian selatan. Kemurnian tersebut diakibatkan oleh sangat sedikitnya peran serta penduduk Gurun dalam hubungan internasional. Selain itu, keadaan alam gurun yang tidak bersahabat menjadikan bangsa asing tiada berkenan atau berminat masuk ke daerah tengah tersebut. Akibatnya bangsa Gurun tiada pernah berhubungan dengan bangsa lain. Mereka juga tiada pernah terjajah oleh bangsa lain. Hal ini yang mengakibatkan bahasa penduduk Gurun terpelihara kemurniannya.
Bahasa Arab yang terpenaruh, banyak ditemui di daerah tepi Jazirah Arab atau daerah penduduk negri, meliputi daerah Yaman, Siria, dan Hejaz. Ketidakmurnian tersebut diakibatkan oleh masuknya kebudayaan bangsa asing ke daerah tersebut. Masuknya bangsa asing tersebut diakibatkan oleh proses hubungan internasional yang berlangsung di darah tersebut. Salah satu bentuk hubangan internasional tersebut  adalah perdagangan. Dengan banyaknya kaum saudagar dari bangsa lain, diantaranya Tiongkok, India, Sumatra, Mesir, dan Imperium Romawi yang menetap di daerah tepi mengakibatkan bertambahnya pengetahan tentang bahasa masing-masing bangsa. Hal ini mengakibatkan bercampurnya bahasa asing tersebut dengan bahasa asli, Bahasa Arab. Akibatnya Bahasa Arab daerah tepi Jazirah Arab tidak murni lagi. Selain itu, kesuburan dan kemakmuran daerah tepi Jazirah Arab mengkibatkan banyak kerajaan besar di sekitarnya berhasrat untuk menguasai daerah tepi Jazirah Arab tersebut. Akibat dari penjajahan bangsa asing tersebut, Bahasa Arab penduduk negri tidak murni lagi.

2.                  Syair
Masyarakat Arab sangat gemar bersyair. Mereka sangat meninggikan kedudukan syair dalam kebudayaan mereka. Syair Arab diciptakan untuk melukiskan adat istiadat, tata susila, agama dan kepercayaan,  peperangan, kepahlawanan, pesona keindahan alam, dan sebagainya. Syair Arab merupakan syair yang unik karena dengan syair, seseorang dapat ditinggikan derajatnya, atau sebaliknya. Dengan syair pula dapat mendatangkan pengikut, atau dapat juga menghindarkan seseorang dari masyarakat. Bahkan dengan syair, seseorang dapat  memicu perang, namun juga bisa mereda ketegangan.
Ada tujuh syair indah yang digantung di dinding Ka’bah dan dikenal dengan nama Al Mullaqatus Sab’i. Kebiasaan bangsa Arab pula yang mengadakan pambacaan syair di pusat-pusat keramaian atau di pasar-pasar tradisional. Adapun pasar-pasar di Mekah yang sering mengadakan pembacaan syair antara lain Ukaz, Majinnah, dan Zu Majaz.
Syair-syair jahili menceritakan tentang kehidupan padang pasir, perburuan,unta, kebangsaan, berhala, ratapan dan pujian terhadap wanita yang dikasihi.
Karya penyair Jahili sebagian kecil terhimpun dalam diwan al syi’iri. Syair jahiliyah tertua diperkirakan dikarang pada tahun 150 sebelum masa kenabian. Diantara yang terhimpun ada disebutkan dalam: al mu’alaqotussab’u yang dikumpulkan oleh Hamzah al Riswan, al mufasshalat yang dikumpulkan oleh al Dhabiyi berisi 128 kasidah, diwan al husamah oleh Abu Taman.[8]  



3.                  Ilmu Pengetahuan
a)                  Ilmu bangunan. Ilmu bangunan bangsa Arab dapat diketahui dari kepandaian mereka membuat bangunan-bangunan rumah dan gedung-gedung dari gunung-gunug batu yang dipahat. Selain rumah-rumah dan bangunan-bangunan tersebut, mereka juga dapat membangun Ma’rib atau bendungan, yaitu bangunan untuk menampung air hujan. Dengan adanya Ma’rib ini, perkebunan dan pertanian dapat diairi dengan baik. Dari sini dapat dikatakan sistem irigasi masyarakat Arab sudah cukup baik.
b)                  Ilmu Sejarah. Ilmu ini secara khusus berkaitan dengan silsilah atau nasab suatu kabilah. Kebanggaan terhadap kabilah masing-masing membuat bangsa arab menjaga dengan baik silsilah leluhur mereka.
c)                  Ilmu Falak atau Astronomi. Ilmu falak bangsa Arab sebelum Islam dapat dikatakan masih sederhana. Di dalam pengetahuan bangsa Arab pra Islam, terdapat 12 kelompok bintang atau Buruuj, 6 Buruuj berada di sebelah utara dan 6 Buruuj lagi di sebelah selatan. 6 Buruuj di utara adalah Mizan, Agrab, Qus, Juddi, Dalwu dan Hut. Sedangkan 6 Buruuj disebelah selatan adalah Hamal, Seer, Jauzak, Sarthon, Asal dan Sumbullah.
4.                  Kebiasaan-kebiasaan
4.1. Kebiasaan Buruk.
a)                  Memandang rendah derajat wanita dan membunuh bayi perempuan yang baru lahir. Wanita dianggapnya adalah benda mati, bisa diperjual-belikan atau diperlakukan sekehendak hatinya. Perbudakan dan pelampiasan nafsu laki-laki sudah merajalela. Para hartawan yang memiliki banyak hamba sahaya perempuan dapat dijadikan sebagai mata pencaharian dengan cara menjual kehormatannya dan upahnya diambil oleh tuannya.
Pembunuhan bayi perempuan yang baru lahir juga merupakan adat istiadat yang telah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Arab sebelum Islam. Motif pembunuhan bayi perempuan ini dalam tradisi Arab antara lain karena takut anaknya kelak dirampas oleh musuh untuk dijadikan budak dan darinya akan melahirkan anak yang juga seorang budak secara turun-temurun. Hal ini, meurut mereka dapat menurunkan martabat kabilah mereka. Dianggapnya anak perempuan tidak cakap berperang dan tidak sanggup membela diri jika pihak lain menang perang. Selain itu wanita dinggapnya tidak mampu membiayai hidupnya di padang pasir yang serba keras. Intinya masyarakat Arab menganggap bahwa perempuan sangat tidak produktif dalam hidup dan tidak efektif dalam perang. Kabilah yang suka mengubur bayi perempuan  adalah Bani Tamim dan Bani Asad.  
Menurut Prof. Dr. Ahmad Amin, tidak semua kabilah Arab suka membunuh bayi perempuan. Diantara mereka ada yang menempatkan perempuan dengan kehormatan. Bahkan tidak jarang diantara mereka yang mati membela kaum perempuan. Kaum perempuan juga diberi kesempatan untuk mengambil kayu api, mengambil air di perigi-perigi, memeras susu, menjahit, dan lain sebagainya. Namun kedudukan merekan tetap jauh lebih rendah dibanding kaum pria.[9]
b)                  Berjudi dan mabuk. Kebiasaan berjudi merupakan kebiasaan yang amat disenangi. Bila mereka menang dalam perjudian, maka mereka akan mabuk-mabukan sepuasnya. Minuman keras yang paling disukai adalah khamer dan nabidz. Khamer dibuat dari anggur sedangakan nabadz dibuat dari selain anggur.
c)                  Perampokan dan pencurian. Kebiasaan ini merupakan akibat dari sulitnya kehidupan di padang pasir. Sebelum Islam datang, perampokan dan pencurian ini biasa dilakukan secara berkelompok maupun perseorangan. Sasarannya adalah kafilah-kafilah yang lewat di padang pasir.
d)                 Perkelahian dan peperangan. Kebiasaan ini merupakan dampak dari usaha mempertahankan diri, kefanatikan, merendahkan kabilah lain, menuntut balas, atau bahkan akibat dari hal-hal sepele. Peperangan ini dapat berlangsung hingga bertahun-tahun bahkan berpuluh tahun. Bahkan ada pula persaingan yang berlangsung lintas generasi, seperti persaingan antara Suku Khazraj dan Suku Aus. Peperangan juga dapat diakibatkan oleh persoalan sepele. Seperti Perang Dahis yang berlangsung 40 tahun, mulanya adalah peperangan yang diakibatkan oleh saling tuduh antara dua orang yang berlaku curang dalam pacuan kuda. Demikian juga perang Basus yang diakibatkan perselisihan tentang seekor unta yang bernama Basus. Unta tersebut di lukai oleh salah seorang dari Suku Kulaib bin Wail. Pemilik unta tidak terima dan menuntut balas terhadap pembunuh. Maka terjadilah perang Basus.[10]
4.2. Kebiasaan Baik
a)                  Setia. Bangsa Arab jika telah menyatakan bai’ah kepada seseorang, maka mereka akan menepati ba’ahnya walaupun dengan mengorbankan harta dan keluarga, bahkan darahnya sekalipun. Hal ini tercermin saat warga Yatsrib melakukan Bai’ah kepada Nabi Muhammad, maka mereka rela melindungi nabi dengan apapun, termasuk dengan darahnya.
b)                  Menghormati tamu. Hal ini tercermin dari kebiasaan Suku Qurais yang senantiasa menjamu tamu dengan baik saat datang musim haji. Selain itu kisah tentang Ali bin Abi Thalib yang menjadikan Abu Dzar al Ghiffari sebagai tamunya selama tiga hari saat Abu Dzar mencari Muhammad di Mekkah. Selama tiga hari tiga malam itu pula Ali tidak menanyakan perihal kedatangan Abu Dzar ke Mekah, karena secara adat tidak boleh menanyakan tamu sebelum empat hari.
c)                  Dermawan. Hal ini tercermin dari kisah pemboikotan keluarga Hasyim dan Abdul Muthalib yang melindungi nabi.  Dari pemboikotan yang menyengsarakan itu maka muncul orang –orang dari suku lain yang dermawan yang mengirimkan makanan secara diam-diam.
5.                  Suku Bangsa
Bangsa arab merupakan bangsa dari keturunan Syam bin Nuh, dari rumpun Semit, saudara Yapet dan Ham. Diceritakan bahwa Yapet merupakan nenek moyang orang-orang Eropa, Ham merupakan nenek moyang orang-orang Afrika sedangkan Semit merupakan nenek moyang orang-orang Asia Barat.
Pada awalnya, Bangsa Semit bertempat tinggal di Lembah Mesopotamia, yaitu di tengah-tengah sungai Eufrat dan Tigris(Dijlah). Karena bertambahnya penduduk, maka bangsa Semit pun menyebar ke daerah-daerah di sekitarnya, termasuk Jazirah Arab.[11]
Dalam perkembangannya, bangsa Arab terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, Arab Ba’idah, yaitu kelompok yang telah punah, seperti kaum ‘Ad, Tsamud, Ainun, Amiel, Jadis, Imlieq, Jurhum, Ula dan Wabar. Kedua, Arab Baqiya, yaitu kelompok yang keturunannya masih ada hingga sekarang. Arab Baqiyah terdiri dari dua golongan, yaitu ‘Arabiah dan Musta’riban. Bangsa Arab ‘Arabiah tinggal di daerah selatan Jazirah Arab, yaitu Yaman sedangkan Musta’riban bertempat tinggal di utara Jazirah Arab, yaitu Hijaz, Nadj, Nabatiyah, dan Palmyra. Jadi bangsa Arab terbagi atas bangsa Arab selatan keturunan Bani Qahthan dan Arab selatan keturunan Bani Adnan bin Ismail bin Ibrahim.[12]
6.                  Sistem Kekerabatan dan Kabilah
Masyarakat Arab pra Islam merupakan masyarakat dengan sistem kekerabatan sistem partilinial (Patriarchat-agnatic), yaitu hubungan kekerabatan yang berdasarkan garis keturunan bapak. Wanita tidak memiliki kedudukan yang penting waktu itu. Bahkan dapat dikatakan bahwa memiliki anak perempuan adalah aib baik suatu keluarga. Maka tidak jarang terjadi penguburan hidup-hidup bayi perempuan, seperti yang dinyatakan dalam ayat Al-qur'an surat An-Nahal Ayat 58-59, yang
artinya : dan apabila salah seorang diantara mereka dikabarkan dengan kelahiran anak perempuan, lalu mereh pada mukanya, sedang ia berduka cita. Ia menyembunyikan diri dari kaumnya, karena kejelekan berita tersebut, apakah anak perempuan tersebut terus dipelihara  dengan menanggung hina atau dikubur hidup-hidup kedalam tanah. Ketahuilah amat kejam hukuman yang mereka lakukan.
Sedemikian perlakuan mereka terhadap perempuan, dikarenakan anggapan mereka yang menganggap bahwa anak perempuan tidak mampu membantu dalam peperangan, tidak mampu pula membela kabilah, tidak mampu mengangkat senjata dan akan menjadi beban dalam kabilah.
Bangsa Arab merupakan bangsa yang memiki loyalitas yang tinggi terhadap kebilah atau sukunya. Bahkan dapat dikatakan mereka sangat fanatik terhadapa kabilahnya. Demi membela kabilah atau sukunya, masyarakat Arab akan rela menghunus pedang dan menumpahkan darah sesama bangsa Arab. Sebegitu loyalnya, hingga hidup mereka dapat dikatakan sepenuhnya untuk kabilah.
Setiap kabilah bangsa Arab memiliki seorang pemimpin kabilah. Pemimpin kabilah tersebut dipilih dari golongannya sendiri, dengan mempertimbangkan kecakapan, pengeruh, keluhuran, dan kebaikan nashab.
Sebagaimana diketahui bahwa Jazirah Arab terdiri oleh dua bagian yaitu bagian tengah Jazirah Arab dan bagian tepi Jazirah Arab. Bagian tengan merupakan bagian dari Jazirah Arab yang sebagian besar terdiri dari gurun dan tanah tandus. Kondisi tanah tersebut berpengaruh terhadap cara hidup bangsa Arab bagian tengah. Kehidupan mereka menjadi nomadik atau berpindah-pindah. Kabilah yang hidup berpindah-pindah atau mengembara inilah yang disebut penduduk Gurun atau disebut juga Suku Badui. Mereka hidup secara berpindah-pindah, mengembara mencari sumber air dan padang rumput untuk binatang ternak. Seringkali antar kabilah dalam suku Badui terjadi perkelahian bahkan peperangan untuk memperebutkan sumber air dan padang rumput untuk menggembalakan ternak. Inilah yang menjadikan  Suku Badui gemar berperang. Penduduk Gurun ini banyak ditemui di daerah tengah Jazirah Arab, terutama di Nejad.
Sedangkan penduduk Jazirah Arab bagian tepi merupakan bangsa Arab yang sudah hidup menetap di kota-kota. Penduduk  yang menetap inilah yang disebut Penduduk Negeri atau Ahlul Hadlar. Meraka banyak mendiami daerah daerah tepi Jazirah Arab, seperti di Yaman, Hejaz, Hirrah, dan Ghassinah. Daerah-daerah tersebut dapat dikatakan subur karena karena hujan turun dengan teratur. Hal ini yang mengakibatkan Ahlul Hadlar hidup secara menetap, mendirikan bangunan-bangunan di kota, mendirikan kerajaan-kerajaan dan memiliki kebudayaan  cukup tinggi di masanya.[13]
Nasab Bangsa Arab dapat dibedakan menjadi dua, yaitu nasab murni dan nasab campuran. Nasab murni merupakan garis keturunan Bangsa Arab yang masih terjaga dan tidak tercampur dengan nasab bangsa lain. Kebanyakan nasab murni merupakan nasab penduduk gurun yang mendiami daerah tengah Jazirah Arab.  Sebagaimana kita ketahui bahwa kondisi tanah penduduk Gurun yang sedemikian ekstrem membuat tiada satu bangsa pun yang berminat dengan daerah gurun tersebut. Akibatnya Penduduk Gurun tidak pernah terjajah oleh bangsa lain. Hal ini yang mengakibatkan nashab Penduduk Gurun masih murni karena tiada pernah berhubungan dengan bangsa lain.Sedangkan nasab campuran merupakan garis keturunan Bangsa Arab yang telah bercampur dengan bangsa lain. Kebanyakan nasab campuran merupakan penduduk negri yang mendiami daerah tepi Jazirah Arab. Ketidakaslian tersebut diakibatkan oleh hubungan antara penduduk negri dengan bangsa lain yang sedemikian intensnya. Hubunga tersebut dapat dikatakan adalah hubungan perhikahan atau nashab.
7.                  Mata pencaharian.
Bangsa Arab merupakan bangsa yang hidup secara majemuk dalam hal mata pencaharian. Kebanyakan dari merekan hidup dengan berniaga. Banyak juga diantara mereka yang berternak dan berkebun. Secara umum kebanyakan penduduk yang berniaga merupakan penduduk yang hidup di daerah tepi Jazirah Arab. Daerah yang menjadi lintas perniagaan adalah Syam, Mekah dan Yaman. Sedangkan daerah yang sebagian besar penduduknya bertani adalah penduduk Yatsrib. Sementara itu, penduduk gurun hidup dengan berternak. Binatang ternak yang menjadi andalan adalah unta dan biri-biri.

C.     Agama dan Kepercayaan

Bangsa Arab sebelum Islam sudah mengenal beberapa kepercayaan. Kepercayaan-kepercayaan tersebut adalah: Agama Tauhid, Agama Ashabiyah, Agama Yahudi, Agama Nasrani, Penyembah berhala.
1.                  Agama Tauhid, yaitu agama yang mengesakan Allah, tiada tuhan selain Dia. Agama Tauhid ini dibawa oleh para nabi dan rosul, seperti Nabi Luth untuk Kaum Sodom, Nabi Musa untuk Kaum Israel, Nabi Hud untuk Kaum ‘Ad. Sedangkan ajaran yang dibawa oleh Nabi Ibrahim dan Ismail disebut Agama Hanif, yaitu agama yang mengikuti ajaran Nabi Ibrahim dan tidak mengikuti cara ibadah bangsa Arab Jahiliyah.
Menjelang lahirnya Nabi Muhammad s.a.w., pemeluk agama Hanif ni hanya tinggal beberapa orang saja, diantaranya: a) Waraqah Bin Naufal, b) Zaid  bin Nufail, c) Khlid bin Sinan, d) Ummayah bin Abi Sult.
Ajaran agama Hanif yang masih tersisa waktu itu adalah:
a)                   Mempercayai adanya Allah sebagai penguasa alam.
b)                  Mempercayai adanya malaikat.
c)                  Larangan berzina.
d)                 Memulyakan Ka’bah dan melakukan ibadah haji.
e)                  Haram menikahi istri-istri bapaknya(yang telah meninggal), haram menikahi anak-anaknya sendiri, saudara ayah, saudara ibu, dua orang wanita bersaudara dengan berhimpunan, dan sebagainya.[14]
2.                  Agama Ashabiyah, yaitu kepercayaan dan penyembahan kepada benda-benda langit seperti matahari, bulan, bintang, dan sebagainya. Agama ini mula-mulanya dianut oleh bangsa Arab bani Qahthan pada masa kerajaan Saba’ di Yaman.
3.                  Agama Yahudi, merupakan agama yang awal mulanya dianut oleh bangsa Israel dari syariat Nabi Musa a.s.. Ketika Nabi Musa dan para pengikutnya melarikan diri dari kejaran Fir’aun dan tentaranya, mereka menyeberangi Laut Merah dan pindah ke Palestina. Namun, ternyata agama Yahudi tidak mendapat sambutan yang baik di tanah palestina. Bahkan bangsa Romawi terus melakukan pengejaran dan bembantaian terhadap para pengikut agama Yahudi. Akhinya mereka melarikan diri ke Jazirah Arab dan bermukim di kota-kota Yatsrib, Wadil Qura, Yaman, dan Khaibar. Ketika Yaman dibawah Raja Yusuf Zu Nuas, ia bersikeras memaksa penduduk yang beragama Nasrani untuk masuk Agama Yahudi. Tetapi maksud itu tidak berhasil karena Justinian I, Kaisar Romawi Timur(518-527 M) sebagai pelindung agama Nasrani memerintahkan Raja Habsyah(Ethiopia) untuk menyerang Yaman. Akhirnya Habsyah menang dan Yaman menjadi jajahan Habsyah.[15]
Ternyata Agama Yahudi kurang mendapat sambutan yang baik Bangsa Arab dikarenakan agama Yahudi menganggap bangsa Israil adalah bangsa unggulan dan terpilih. Sehingga mereka menganggap bangsa lain dibawah Bangsa Israil. Karena bangsa Arab adalah bangsa yang sangat menjunjung tinggi harga diri, maka meraka enggan dianggap bawahan bangsa lain. Itulah yang menjadikan Bangsa Arab tidak tertarik dengan agama Yahudi.
4.                  Agama Nasrani. Agama ini cukup banyak di terima bangsa Arab, terutama di bagian utara apalagi yang dibawah atau berbatasan dengan Kekaisaran Romawi. Selain di utara agama Nasrani juga banyak dianut oleh penduduk di selatan, terutama di Yaman. Setelah Yaman berhasil ditkalukkan oleh Habsyi dan menjadi jajahan Kerajaan Habsyi, agama ini dapat berkebang dengan leluasa.
Kemudahan agama Nasrani untuk dapat diterima penduduk dikarenakan agama Nasrani tidak membedakan status sosial dan bersifat universal. Berbeda dengan agama Yahudi, Agama Nasrani didasari oleh prinsip-prinsip kemanusiaan dan menentang chauvinesme. Namun agama ini juga belum sampai mengakar pada masyarakat Arab. Penyebabnya adalah banyaknya kepercayaan yang aneh-aneh yang tidak dapat diterima oleh pemahaman bangsa Arab.
5.                  Kepercayaan Watsani(penyembah berhala). Kepercayaan ini berawal dari sebuah berhala yang bernama Hubal. Pada mulanya, Hubal ini merupakan berhala pemberian dari Suku Amaliqoh di syam kepada seorang pembesar Suku Khuza’ah. Suku Khuza’ah merupakan suku dari Yaman yang pindah ke Mekah karena runtuhnya Bendungan Ma’rib. Mereka dapat merebut Ka’bah dan menguasai Mekah dari Bani Ismail. Oleh seorang pembesar Suku Khuza’ah tersebut, berhala Hubal di Baitullah. Ka’bah yang awalnya merupakan tempat penyembahan kepada Allah Yang Maha Esa, kini menjadi tempat penyembahan berhala. Dalam perkembangannya, banyak sekali bermunculan berhala-berhala di sekeliling Ka’bah, bahkan di Shafa dan Marwah.
Karena ka’bah merupakan tempat ibadah Haji bangsa Arab, maka berdatanganlah seluruh bangsa dari jazirah Arab ke Baitullah. Orang-orang yang berhaji menanyakan tentang berhal-berhala tersebut. Suku Khuza’ah dan Quraisy mengatakan bahwa berhala-berhala tersebut merupakan “ perantara” untuk mendekatkan diri kepada Allah. Perbuatan tersebut pun ditiru oleh kabilah-kabilah bangsa Arab. Maka dibuatlah berhala berhala di masing-masing daerah, seperti Manah oleh Suku Aus dan Khazraj di Madinah, Uzza oleh Suku Quraisy di Mekah, Lata oleh suku Tsaqif dan Hubal oleh Suku Khoziman.
Ketika Nabi Muhammad Saw. mengusai Mekah pada 20 Ramadhan 8 H dalam Faktul Makkah, nabi membersihkan Ka’bah dari berhala-berhala yang mengotori  Ka’bah. Diriwayatkan bahwa saat itu jumlah berhala di sekeliling Ka’bah  berjumlah 360 berhala.[16]
Menurut Bamyeh dalam The Social  Origins of Islam: Mind, Economy, Ciscourse(1999), membagi tiga kategori religiusitas masyarakat Arab, yaitu paganisme, kitabisme, hanifisme.[17]
Sedangkan dalam Pre Islamic beduin Beligion(1981) karya Henninger mengurakan bahwa kehidupan religius masyarakat Arab terbagi oleh fethisisme(penyembahan kepada batu dan sejenisnya), animisme(kepercayaan kepada sesuatu yang impersonal, hanya berupa spirit dan tidak dikenal), manisisme(kepercayaan bahwa nenek moyang adalah wakil tuhan yang berhak disembah), totemisme(kepercayaan akan kekuatan impersonal yang menguasai dunia),astral tradisisme(kepercayaan kepada tiga serang kai benda langit yaitu matahari , bulan dan venus), dan monoteisme.[18]
Watt dalam Muhammad’s mecca(1988), melalui kajian terhadap al Quran dikombinasikan dengan  sumber arkeologis dan literal lain, mengidentifikasi adnya empat sistem  kepercayaan[19]:


1.                  Fatalisme
Kepercayaan yang meyakini bahwa waktulah yang menetukan segalanya. Kepercayaan ini berangkat dari keyakinan bahwa waktu adalah realitas objektif yang tidak terelakan. Menurut mereka, terdapat dua hal yang wujudnya ditakdirkan: kematian dan rezeki.
Keyakinan ini adalah sesuatu yang sangat mungkin dalam kehidupan masyarakat Arab yang hidup di padang pasir yang ganas. Dalam kehidupan yang semacam ini tidak ada jaminan apa yang akan terjadi sesudahnya. Sehingga mereka berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang terjadi meupakan produk waktu.
2.                  Paganisme
Terdapat sepuluh tuhan yang disembah dalam masyarakt arab.tiga diantaranya diwujudkan dalam tuhan feminim, yaitu Latta, Uzzah, dan Manat. Mereka ditempatkan di tempat-tempat suci disektar Mekah,Thaif, Nakhla, Qudaid. Tujuh lainnya berkarakter tuhan maskulin antara lain Wadd yang sisembah oleh Suku Kalb, Suwa’ yang disembah oleh Suku Yanbu,  Yaghuts yang disembah oleh Suku Madhij, Yauq oleh Suku Khiwan dan Nasr oleh suku di Yaman dan Himyar.
3.                  Kepercayaan kepada Allah sebagai Super Tuhan
Kepercayaan Allah sebagai Tuhan ini sudah ada jauh sebelum islam datang. Konsep Allah sebagai Tuhan dalam masyarakat Arab pra Islam setidaknya mengandung beberapa pengertian:
a)                  Sebaga Tuhan pencipta Alam(29:61)
b)                  Sebagai pemberi hujan dan kehidupan kepada yang ada di muka bumi(29:63)
c)                  Digunakan sebagi sumpah sakral(35:42 dan 16:38)
d)                 Sebagai objek penyembahan dari apa yang dapat dikatakan sebagai monoteisme sementara(31:32 dan 29: 65)
e)                  Sebagai Tuhan Ka’bah(106:1-3)
f)                   Sebagai Tuhan yang disembah melalui perantara dewa lain(1:18, 39:3, dan 46: 28)
Dari kepercayaan ini dapat disimpulakan bahwa kepercayaan ini merupakan kepercayaan dimana mereka menyembah Allah namun di lain sisi mereka juga melakuan penyekutuan. Inilah praktek syirik.

4.                  Monotheisme
Ajaran ini dibawa oleh Nabi Ibrahim. Kepercayaan masyarakat arab tentang Agama monoteisme ini banyak sedikitnya depengaruhi oleh dua agama yang telah dahulu mendahului yaitu Nasrani dan Yahudi.

BAB III
PENUTUP


Kesimpulan

            Dari uraian di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa sebutan Jahiliyan kepada masyarakat Arab, bukanlah bodoh dalam artian pengetahuan dan pola pikir mereka, melainkan bosoh disini adalah bodoh dalam hal kepercayaan. Bangsa Arab merupakan bangsa dengan kebudayaan maju dan tingkat pengetahuan serta kecerdasan tinggi. Hal ini terbukti dengan hasil-hasil budaya mereka yang bernilai tinggi pada zamanny. Salah satu contoh hasil pemikiran bangsa Arab adalah ilmu bangunan, ilmu astronomi dan sejarah. Contoh hasil karya bangsa Arab yang terkenal adalah Bendungan Ma’rib pada zaman kerajaan Sabaiyah. Hal ini membuktikan bahwa bangsa Arab bukan bangsa Jahil dalam artian pengetahuan mereka.
            Bangsa Arab hidup dengan berbagai kebudayaan dan kondisi sosial. Kebudayaan-kebudayaan tersebut ada yang asli dan ada yang hasil akulturasi kebudayaan bangsa lain. Mereka hidup di tengah-tengah permusuhan dua kerajaan besar yang saling memperebutkan pengaruh dan jajahan, yaitu Kerajaan Persia dan Kerajaan Romawi Timur(Bizantium).
             Dari itu dapat kita bayangkan betapa beratnya perjuangan Nabi Muhammad dalam menyebarkan dakwah Islam. Dalam dakwahnya, Beliau harus berhadapan dengan kebudayaan dan kondisi sosial serta situasi politik bangsa Arab yang sedemikian mengakar. Bukan perkara mudah karena menghadapi bangsa Arab berarti menghadapi bangsa dengan segala kebiasaan dan kepercayaan yang mendarah daging. Dakwah Islam kepada bangsa Arab adalah perjuangan berat karena bangsa Arab bukan bangsa yang polos tanpa kebudayaan dan kepercayaan, melainkan bangsa yang memiliki budaya dan kepercayaan yang mengakar


Daftar Pustaka
Esha, H. Muhammad In’am, M.Ag. 2011. Percikan Sejarah dan Peradaban Islam. Malang: UIN Malang Press.
Ismail, Drs. Faisal. 1984. Sejarah Kebudayaan Islam dari Zaman Permulaan Hingga Zaman Khulafaurrasyidin. Yogyakarta: CV. Bumi Aksara.
SJ., M.Ag, Drs. Fadil. 2008. Pasang Surut Peradaban Islam Dalam Lintasan Sejarah. Malang: UIN-Malang Press.
Syalabi, Prof. Dr. Ahmad. 1973. Sejarah dan Kebudayaan Islam, jilid I, cetakan ketiga, terjemahan Prof. Mukhtar Yahya. Jakarta: PT. Jaya Murni



[1] [1] Drs. Faisal Islmail. Sejarah Kebudayaan Islam dari zama permulaan hingga zaman Khulafaurrasyidin(Yogyakarta: Bina Usaha, 1984), 2.
[2] Drs. Fadil SJ., M. Ag, Pasang Surut Peradaban Islam(malang: UIN Malang Press,2008), 44.
[3] Drs. Faisal Islmail. Sejarah Kebudayaan Islam dari zama permulaan hingga zamanKhulafaurrasyidin(Yogyakarta: Bina Usaha, 1984), 13.

[4] Drs. Faisal Islmail. Sejarah Kebudayaan Islam dari zama permulaan hingga zamanKhulafaurrasyidin(Yogyakarta: Bina Usaha, 1984), 13.

[5] Drs. Fadil SJ., M. Ag, Pasang Surut Peradaban Islam(malang: UIN Malang Press,2008), 52.
[6] Kerajaan kecil yang dijadikan tameng oleh kerajaan besar untuk menghalau serangan dari kerajaan musuh.
[7] Drs. Fadil SJ., M. Ag, Pasang Surut Peradaban Islam(malang: UIN Malang Press,2008), 52.
[8] Drs. Fadil SJ., M. Ag, Pasang Surut Peradaban Islam(malang: UIN Malang Press,2008), 86.

[9]. Drs. Faisal Islmail. Sejarah Kebudayaan Islam dari zama permulaan hingga zamanKhulafaurrasyidin(Yogyakarta: Bina Usaha, 1984), 20.
[10]. Drs. Faisal Islmail. Sejarah Kebudayaan Islam dari zama permulaan hingga zamanKhulafaurrasyidin(Yogyakarta: Bina Usaha, 1984), 21.
[11] Drs. Fadil SJ., M.Ag., pasang-surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah(Malang:UIN-Malang Press,2008), 46.
[12] Drs. Fadil SJ., M.Ag., pasang-surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah(Malang:UIN-Malang Press,2008), 47.
[13] . Drs. Faisal Islmail. Sejarah Kebudayaan Islam dari zama permulaan hingga zamanKhulafaurrasyidin(Yogyakarta: Bina Usaha, 1984),6-8.
[14] Drs. Faisal Ismail. Sejarah dan kebudayaan Islam dari zaman Permulaan hingga zaman Khulafaurrasyidin(Yogyakarta, Bina Usaha, 1984), 22.
[15] Drs. Faisal Ismail. Sejarah dan kebudayaan Islam dari zaman Permulaan hingga zaman Khulafaurrasyidin(Yogyakarta, Bina Usaha, 1984), 23.
[16] Drs. Faisal Ismail. Sejarah dan kebudayaan Islam dari zaman Permulaan hingga zaman Khulafaurrasyidin(Yogyakarta, Bina Usaha, 1984), 25.
[17] H. Muhammad In’am Esha M.Ag. percikan Filsafat Sejarah dan Kebudayaan Islam(Malang: UIN Maliki- Press,2011) hlm.63, mengutip dari Muhammad A. Bamyeh, The Social  Origins of Islam: Mind, Economy, Ciscourse(london: University Of Mennesota Press,1999), 80.
[18] H. Muhammad In’am Esha M.Ag. percikan Filsafat Sejarah dan Kebudayaan Islam(Malang: UIN Maliki- Press,2011) hlm.63, Joseph Henninger, pre islamic beduin religion, dalam merlin l. Swartz, studies on islam,(oxford university press, 1981),6-7.
[19] H. Muhammad In’am Esha M.Ag. percikan Filsafat Sejarah dan Kebudayaan Islam(Malang: UIN Maliki- Press,2011) hlm.64, mangutip dari W. Montgomery Watt. Muhammad’s Mecca History in The Qur’an(Edinburg: Edinburg University Press,1988), 26-31.

0 Comments:

Post a Comment